Pada zaman Majapahit semasa kepemimpinan Raja Brawijaya di kawasan Gunung Bromo ada seorang putri bernama Dewi Mutrim. Dia adalah satu-satunya putri yang berparas cantik sekawasan Tengger sehingga banyak para bangsawan yang ingin mempersunting menjadi permaisuri dan beberapa orang yang melamarnya. Ada seorang yang bernama Kaki Bima, orangnya sakti mandra guna tetapi mempunyai wajah kurang tampan seperti Buto sehingga Dewi Mutrim tidak berani menolak karena kesaktiannya. Untuk itu Dewi Mutrim mau dinikahi oleh Kaki Bima dengan syarat Kaki Bima harus bisa membuat danau di Gunung Bromo dalam waktu semalam.
Dalam tindakan Kaki Bima semalam
untuk membuat danau di sekitar Gunung Bromo akan terwujud Dewi Mutrim ketakutan
benar-benar akan jadi telaga. Lalu Dewi Mutrim menghubungi teman-temannya dan
masyarakat Tengger lainnya. Kemudian teman-temannya dan Dewi Mutrim berkumpul
membuat rekayasa agar pekerjaan Kaki Bima tidak terwujud. Rombongan Dewi Mutrim
dibagi menjadi 4 bagian (Jemplang, Pudak Lembu, Penanjakan, dan Mungal). Alat
yang dibawa jerami, ayam jantan, dan tampah. Setelah jam 01.30 WIB tampahnya
ditampar (tabok) dan orang-orang disuruh berkokok dan ditirukan ayam-ayam
jantan tersebut berkokok sebelum waktunya. Kemudian Kaki Bima kalah janji
merasa malu bahwa kesanggupannya tidak terwujud lalu alat yang digunakan untuk
menggali telaga tersebut dibuang sehingga berwujud Gunung Batok di sebelah
kawah Bromo. Kaki Bima melarikan diri sambil berteriak mengancam.
Pada saat itulah rombongan Dewi
Mutrim mendengarkan ancaman Kaki Bima sama-sama ketakutan sehingga Dewi Mutrim
menemui Yai Dodo Putih untuk minta petunjuk. Yai Dodo Putih memberikan petunjuk
pada Dewi Mutrim untuk bertapa selama 6 tahun memohon kepada Tuhan agar punya
anak tanpa Bapak. Bertapa dengan cara menghadap ke Timur selama 1 tahun, ke
Selatan selama 1 tahun, ke Barat selama 1 tahun, ke Utara selama 1 tahun, ke
atas selama 1 tahun, dan ke bawah selama 1 tahun. Setelah menyelesaikan
pertapaannya Dewi Mutrim mengandung dan mempunyai anak sebanyak 25 yang lahir
tanpa Bapak.
Sejak lahir 25 anak tersebut diasuh oleh Roro Anteng dan
Joko Seger. Dewi Mutrim mempunyai nazar atau janji apabila setelah dewasa 25
anaknya diberi kesehatan dan mudah mencari nafkah maka anak yang terakhir akan
dilemparkan di kawah Bromo.
Singkat cerita ada bisikan gaib dari kawah Bromo menagih
janji atau nazar, Dewi Mutrim termenung susah dan kecewa. Roro Anteng dan Joko
Seger bersama 25 anaknya berebut untuk dilemparkan ke kawah Bromo. Akhirnya Dewi
Mutrim, Dewi Roro Anteng, dan Joko Seger memutuskan kembali pada ucapan semula
bahwa yang dilemparkan adalah anak terakhir yang bernama Raden Kusuma.
Kemudian tepat pada tanggal 14 (tanggal rembulan) semua
berangkat ke kawah Bromo dan disaksikan oleh para warga kampung. Dewi Mutrim
beserta semua anak-anaknya diajak ke kawah dalam acara melemparkan Raden
Kusuma. Setelah sampai di bibir kawah lalu Dewi Mutrim berkata bahwa, “Oh Hyang
Bromo, isun dina iki wes bayar janji-janji nesun ojo nagih utang tanpa utang.
Dina iki wes tak bayar kabeh.”
Setelah Dewi Mutrim mengatakan kata-kata tersebut, Raden
Kusuma dijemput oleh uap dan kukus kawah sampai kelihatan gelap. Semua yang
ikut dalam acara pelabuhan sama-sama mendengar suara Raden Kusuma yang ada di
tengah-tengah uap dan kukus kawah. Suara Raden Kusuma berpesan, “Bopo Biyung
lan sak dulure reyang kabeh reyang matur kesuwun wes bias bayar janji-janjine
biyung karo reyang tambah bungah mung wae reyang wekas ajo sampek lali nek
desane pada selamet pas tanggal 14 ulan kasada. Reyang kirimana sewek mulyo
tandur karo jajan pasar werna pitu.” Yang artinya, “jika desa diberi
keselamatan maka Raden Kusuma setiap tanggal 14 Jawa Tengger bulan Kasada minta
kiriman berupa kain puth dan empon-empon palawija dan sayur-sayuran jajan pasar
tujuh macam.”
Setelah Raden Kusuma meninggalkan pesan kepada Bapak
Biyungnya, saudara-saudaranya, dan para saksi lainnya kawah Bromo kelihatan
terang benderang dan kembali cerah. Serta uap dan kukus sudah tiada lagi
kemudian di hari kintir Raden Kusuma muncul di banyu biru Winongan Pasuruan.
Bertemulah sengan seorang empu yang bernama Empu Supo yang sedang membuat
pedang dan keris. Dalam usia mudanya Raden Kusuma sudah punya kemampuan lebih
untuk membuat pusaka dengan cara dipijat menggunakan tangan sampai mendapatkan
25 biji pusaka keris. Selanjutnya membuat keris dengan cara dipijat sudah tidak
jadi lagi.
Sekian.
Keterangan:
Dewi Mutrim adalah kakak kandung Dewi Roro Anteng
0 komentar:
Posting Komentar